Cerita Tentang Jamu di Jogjakarta, dari Sejarah Hingga Manfaat


Memburu jamu tradisional nusantara yang punya banyak khasiat untuk tubuh

Membahas tentang jamu, dari sejarah hingga manfaatnya, sangat menarik.
Foto: Unsplash/Foodism360

Pukul enam pagi saya bergegas ke Pasar Kranggan, Yogyakarta, untuk mencari jamu kunir asam. Ojek yang sudah saya pesan sehari sebelumnya sudan siap di depan penginapan, House of Moedjito. Saya tertarik dengan proses pembuatan jamu yang dilakukan secara manual, dengan tangan.

Jalanan Jogja sudah ramai, satu sisi tembok pertokoan dimandikan cahaya matahari yang malu-malu. Melewati si legendaris Tugu Jogja, saya duduk menikmati perjalanan. Sepertinya bapak pengendara ojek sengaja mengendarai motornya dengan pelan.

Pasar Kranggan adalah pasar tradisional yang tidak terlalu besar. Seperti pasar pada umumnya, bank orang hillir mudik membawa gembolan besar belanjaan. Ada yang membawanya sendiri, ada juga yang menggunakan tenaga tambahan kuli panggul.

Baca juga: Panduan Wisata Kuliner di Jogjakarta

Saya menyusuri bagian dalam pasar, melewati lapak daging dan sembako, lalu keluar dan sampai di lahan parkir motor. Di situ saya temukan sebuah lapak kecil sederhana, hanya ada meja dan dengan kursi plastik. Di sekelilingnya ada orang mengantre, menunggu jamu pesanannya. Beras kencur dan kunir asam jadi primadona hari itu. Hampir saja saya kehabisan, tapi beruntung mendapatkan gelas terakhir kunir asam yang tersisa.


Pak Nugroho, pedagang jamu di Pasar Kranggan, Jogjakarta.
Foto: Justian Edwin

Jamu racikan Pak Nugroho disajikan pada batok kelapa.
Foto: Justian Edwin
Sambil duduk saya melihat dengan seskama cara membuat jamu tradisional yang diperagakan oleh Pak Nugroho. Parutan rempah diperas beberapa kali sampai dapat konsistensi jamu yang diharapkan. Ampasnya langsung dibuang. Jamu disajikan pada gelas batok kelapa. Kunir asam buatan @jamupasarkranggan ini kental, ada paduan rasa manis dan sedikit getir, meninggalkan aftertaste yang lama di rongea mulut. Segar!

Sejarah Jamu Tradisional Indonesia

Mengutip wawancara Historia, Dwi Cahyono, arkeolog dan pengajar sejarah di Universitas Negeri Malang, menjelaskan bahwa kata "jamu" adalah serapan dari istilah bahasa Jawa Baru. Bahasa kromonya adalah jampi. Istilah ini banyak masuk dalam kesusastraan kuno dan relief di Candi Borobudur, Magelang. Kepercayaan orang Indonesia pada tanaman sebagai metode penyembuhan sudah ada sejak lebih dari 1.300 tahun yang lalu.

Pada era kolonial, jamu juga digemari oleh banyak orang Belanda. Historia menuturkan bahwa Albertina van Spreeuwenburg, perempuan campuran Indo-Eropa, gandrung pada jamu hingga ia kerap penjadi penyembuh saat orang-orang di sekitarnya sakit. Kegemaran Albertina pada jamu datang dari pengaruh ibunya yang seorang nyai dan interaksinya bersama dengan orang pribumi.

Baca juga: Pengalaman Dirawat di RS Karena Typhus

Tulisan Wahyuni Kamah di Jakarta Globe juga cukup menarik untuk dibaca. Kamah menuliskan tentang Semarang sebagai kota jamu di Indonesia, karena banyaknya produsen jamu modern yang berdiri di kota itu, misalnya Nyonya Meneer dan Jamu Jago. 

Beberapa merk kecantikan modern juga masih menjadikan jamu sebagai salah satu kekuatannya, salah satunya adalah Mustika Ratu, merk ternama yang menggunakan klaim tradisi keraton. Beberapa tahun belakangan, jamu juga masuk dalam skena bisnis kuliner modern di Indonesia. Sebut saja Suwe Ora Jamu dan Acaraki yang menawarkan jamu segar dengan kemasan modern.

Kalangan sosialita modern di Jakarta juga ikut mengonsumsi jamu. Saya sempat melihat rutinitas sarapan Junita Liesar yang memasukkan jamu di dalamnya. Menurutnya, jamu bermanfaat untuk kesehatan sekaligus sebagai rahasia awet mudanya.



Saya jadi tertarik untuk belajar lebih jauh mengenai jejamuan di Indonesia. Di baliknya ada sejarah, bisnis, dan perjalanan budaya yang bisa diambil. Ada rekomendasi buku tentang jamu?

Manfaat Jamu Tradisional untuk Kesehatan Tubuh

Momen-momen tertentu juga mengembalikan masyarakat kepada jamu. Popularitas jamu kembali mencuat di tengah situasi pandemi. Menteri Kesehatan mendengungkan jamu sebagai salah satu kunci untuk terhindar dari penularan virus corona (COVID-19) karena khasiatnya yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Kendati simpang siur mengenai kegunaannya, jamu dan cara membuat empon-empon menjadi kata kunci populer yang naik tajam selama tiga bulan terakhir.

Penggunaan jamu sangat beragam. Sejak dulu, kerajaan di Indonesia memasukkan jamu dalam rutin kesehatan, kecantikan, dan pengobatan. Di dalam naskah Serat Centhini, jamu digunakan untuk mempercantik diri, mengobati penyakit, hingga meningkatkan kejantanan pria. Sumber manfaat jamu juga didapat dari berbagai macam bagian sebuah tanaman. Batang, rimpang, bunga, hingga umbi bisa dijadikan bahan baku jamu. 

Pada konteks penggunaan jamu era modern, Journal of Herbal Medicines vol. 4, 2014 memaparkan bahwa di pemerintah Indonesia, penggunaan tanaman sebagai pengobatan dibagi menjadi tiga; jamu, obat herbal terstandar, dan phytomedicines

Journal of Phytopharmacology vol. 14, 2010, memaparkan bahwa pengobatan menggunakan tanaman obat cenderung fokus pada aktivasi sistem pertahanan tubuh dan proses penyembuhan dibanding menghancurkan sel perusak seperti kanker. Untuk itu, jamu dianggap menjanjikan dalam memberikan keuntungan medis. Namun, penelitian lebih jauh perlu dilakukan untuk memastikan bukti empiris mengenai efektivitas dan keamanan jamu untuk pengobatan.

Baca juga: Tips Memulai Diet dengan Aman

Pada beberapa video, Yulia Baltschun juga memberi tips untuk memulai hari dengan jamu. Tidak lain tidak bukan karena khasiat jamu yang sangat baik untuk menurunkan atau menjaga berat badan.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Minum Jamu?

Dalam sebuah artikel, KOMPAS menuliskan ungkapan Presiden Joko Widodo yang sudah mengonsumsi jamu pada pagi hari selama 17 - 18 tahun belakangan. 

Tirto juga mengutip anjuran dari Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Inggrid Tania, bahwa jamu bisa dikonsumsi setiap hari dan sebelum makan kecuali jika ada keluhan asam lambung. Jamu berguna untuk menurunkan kadar kolesterol jahat.

Resep Jamu Tradisional

Yulia Baltschun mendemonstrasikan resep jamu yang mudah untuk dibuat saat pagi hari. Menurut paparannya, jamu bisa membersihkan usus agar pencernaan bisa bekerja lebih maksmila. Yulia meminum jamu pagi hari setelah minum air perasan lemon, sebelum sarapan.



Resep jamu untuk diminum pagi hari dari Yulia Baltshun adalah sebagai berikut:
  • 3 liter air (reduce dengan api sedang, jangan sampai mendidih, sampai menjadi 2 liter atau sampai setengah volume awalnya)
  • Rempah sesuka hati tergantung selera (rasa jamu kuat atau mild) dan tergantung jenis kualitas rempah. Pada resep ini, Yulia menggunakan jahe, kunyit, asam jawa, kapulaga, kembang lawang, adas manis, kayu manis.
  • Masukan semua rempah yang sudah ditumbuk ke dalam air panci yg masih dingin supaya sari-sari rempah terekstrak keluar. Jika temperatur air tinggi atau mendidih, maka rempah yg dimasukkan akan mengalami shock temperature dan semua pori-pori rempah tertutup dan sulit untuk terekstrak secara maksimal.
  • Tiriskan jamu sampai beradaptasi dengan suhu tuangan, lalu masukkan ke dalam kulkas. Jamu bisa disimpan sampai satu minggu di dalam kulkas.
Ibu saya sering merebus jamu serupa. Jika sedang malas, kami biasa membeli jamu di tukang jamu langganan dalam kemasan setengah atau satu liter untuk satu minggu. Efeknya lumayan membuat pencernaan lebih lancar dan pembuangan yang konsisten di sore harinya.

Baca juga: Resep Soft Cookies

Banyak hal yang akhirnya membuat saya tertarik untuk mengetahui lebih dalam perihal minuman tradisional ini. Mungkin saya akan memulainya dengan membaca buku mengenai tradisi jamu beserta sejarahnya.

Tiwul dan cenil, jajanan tradisional di Pasar Kranggan. Cocok untuk sarapan.
Foto: Justian Edwin.
Hari itu bukan hanya jamu yang saya dapatkan di Pasar Kranggan. Setelah menyesap segarnya jamu di pagi hari, saya menyempatkan untuk melihat-lihat keadaan pasar sekitar. Menyusuri kembali Pasar Kranggan dan menemukan camilan tradisional. 

Lengkap sudah pencarian saya hari itu di Pasar Kranggan. 

Sumber dan daftar bacaan:
[1] ElfahmiHerman J.WoerdenbagOliverKayser, (2014) Jamu: Indonesian traditional herbal medicine towards rational phytopharmacological use. Journal of Herbal Medicine Vol. 4 Issue 2.
[2] Djoko Agus Purwanto, Achmad Toto Poernomo, Febri Annuryanti (2017) DEVELOPMENT OF INDONESIAN HERBAL MEDICINE (JAMU)-BASED CREATIVE INDUSTRY FOR EMPOWERING POSDAYA IN SIDOARJO. Journal Layanan Masyarakat. 
[3] Risa Herdahita Putri, Percaya pada Jamu dari Dulu, Historia
[4] Nur Janti, Bertemu Dalam Secangkir Jamu, Historia.
[5] Risa Herdahita Putri, Naskah-Naskah Tentang Jamu, Historia.
[6] Fatya Alty Amalia, Atik Aprianingsih (2017) Business Model of Jamu as Indonesian Traditional Herbal Medicine. The Asian Journal of Technology Management Vol. 10.
[7] Wahyuni Kamah. (2012). Semarang: Indonesia's City of Jamu, Jakarta Globe.
[8] Haroon Khan. (2015). Brilliant future of phytomedicines in the light of latest technological developmentsJournal of Phytopharmacology Vol. 14.
[9] Silvia Agmasari, Sri Anindita Nursastri (Ed.). (2019). Kapan Waktu Terbaik untuk Konsumsi Jamu?. Kompas.
[10] Nur Hidayah Perwitasari. (2020). Cara Membuat dan Waktu Terbaik Minum Jamu untuk Jaga Imun Tubuh. Tirto.

*

Komentar

Postingan Populer