Tech in Asia Jakarta 2017: Hajatan Para Penggagas Startup Company

Tech in Asia Jakarta 2017, acara yang digelar oleh Tech in Asia, media dengan fokus pada dunia startup dan digital. | Foto: Dok. Pribadi


 Geliat dunia startup company atau perusahaan rintisan semakin bergelora di Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, para muda mudi terus memutar otak untuk berinovasi.

Bidang-bidang yang digagas sebagai fokus bisnis tidak hanya pada moda transportasi seperti Gojek, ada juga yang mencoba mengembangkan industri fashion melalui pengembangan indeks tukang jahit di Jabodetabek. Selain itu, tersedia pula peluang untuk mengembangkan coworking space yang kerap dijadikan para penggagas startup sebagai kantor bersama.

Pada 1 dan 2 November 2017, Tech in Asia menggelar sebuah acara bertajuk Tech in Asia Jakarta 2017. Acara yang diselenggarakan oleh media yang fokus pada dunia startup dan teknologi ini memberikan wadah bagi para penggagas startup, investor, dan masyarakat umum. Tidak hanya di Jakarta, kota besar lain di dunia seperti Singapura dan Tokyo juga mengadakan helatan serupa.

Tech in Asia Jakarta 2017 atau dipopulerkan dengan tagar #TiAJakarta2017 di media sosial diselenggarakan di Jakarta Convention Center. Hall JCC dibagi menjadi beberapa bagian untuk sesi khusus; area utama, area kelas yang lebih kecil, pameran, area berjejaring, dan area pitching.

Marketing Stage, salah satu sesi khusus yang membicarakan mengenai marketing untuk startup selama sehari penuh. | Foto: Dok. Pribadi

Sebagai pekerja di sebuah startup company, saya hadir untuk menggali insight mengenai marketing. Dunia digital menyimpan banyak rahasia yang harus diungkap dan dipelajari, saya merasa Tech in Asia Jakarta 2017 salah satu medium yang cocok.

Kebetulan sesi marketing hadir pada hari pertama. Berikut adalah ulasan saya mengenai beberapa sesi yang saya ikuti.

How to Build and Engage Your Community Effectively


Sesi ini diisi oleh Muhammad Fikri (Head of Community Management Bukalapak), Hanifa Ambadar (CEO Femaledaily), dan Vanessa Li (CEO Rework). Masing-masing pembicara memberikan paparan mengenai bagaimana cara mengelola komunitas yang terdiri dari pengguna, pelanggan, penjual, dan klien mereka. 

Para pembicara sedang memaparkan poin-poin mengenai pengelolaan komunitas. | Foto: Dok. Pribadi


Yang saya dapat dari sesi ini adalah bahwa mengelola komunitas sangat memerlukan personalisasi. Maksudnya, kita sebagai marketer harus tahu bagaimana karakter dan perilaku audiens. Femaledaily misalnya, sebagai penyedia informasi mengenai kecantikan, mereka harus bekerja keras dalam menyediakan informasi serinci mungkin tentang hal tersebut. Jenis kulit, masalah kulit, warna makeup, fitur wajah, sampai produk andalan yang sedang tren, harus ada pada platform tersebut.

Lain halnya dengan Bukalapak. Sebagai wadah jual beli digital, Bukalapak merasa perlu berkomunikasi secara intens dengan para penjual barang yang beraktivitas di Bukalapak. Mereka memiliki community leaders di kota-kota luar Jakarta dan mengaktivasi kegiatannya. Komunitas ini tidak hanya mengenai jual beli, tapi juga berbagi tips dan trik meningkatkan penjualan, hingga pelatihan mengelola komunitas.

Rework punya cara lain untuk membangun komunitas. Di tengah persaingan coworking space yang sengit, Vanessa dan tim harus memiliki ide brilian dalam menyelenggarakan acara rutin di Rework. Tujuannya agar orang tahu apa itu Rework dan siapa saja yang berada di sana. 

How to Market to Millennials


Millennials, terlepas dari definisi usia, menjadi target market dan audiens yang empuk bagi para penggagas startup. Tapi, millennials tak ingin menjadi konsumen saja. Karakter millennials yang ingin vokal dalam berbagai hal perlu dipahami dengan jelas. 

Charles Tidswell (VP JAPAC Social Bakers), William Utomo (Co-founder IDN Media), dan Yuanita Agata (Senior Marketing Lead LINE) merupakan komposisi tepat untuk membicarakan topik millennials. Memasarkan produk kepada millennials tidak bisa dilakukan dengan cara yang terlalu terkesan berjualan. Para pengusaha perlu menggandeng tangan para muda mudi agar mereka merasa spesial dan mendapat 'panggung' untuk menyuarakan pendapatnya. 

Kutipan yang menarik yang diamini oleh ketiganya adalah bahwa millennials tidak peduli tentang produkmu, tapi mereka peduli dengan visimu sebagai sebuah brand. Melalui premis ini, para pemilik usaha akan dituntut untuk menjadi lebih kreatif dalam menggaet perhatian anak muda. Konsep campaign yang unik, nyeleneh, dan menyentuh hati diyakini dapat menjadi cara untuk menarik minat generasi millennials.

Menurut saya, dua sesi tersebut cukup memberikan insight yang menarik, bahwa kreatifitas dalam membuat konsep promosi produk tidak boleh berhenti sedetikpun. Mengenali target market yang kita tuju tak kalah penitng, agar produk yang ditawarkan tepat sasaran.

Sebetulnya ada beberapa sesi menarik lainnya, tapi jika saya bicarakan dalam satu post saja akan membuat post ini terlalu panjang. Stay tuned untuk membaca lebih banyak informasi mengenai startup ya!

Komentar

Postingan Populer