Edukasi dan Keterampilan : Berhubungankah? Atau… Cuma kata-kata?

Hari Jumat. Hari yang ditunggu. Penghujung minggu. Wah, senang bukan main. Banyak kegiatan yang dilewati. Seperti warna pelangi, sangat beragam. Ada yang melewati dengan [masih] mengukur jalanan ibu kota, mengejar kopaja dan metromini, dan menghirup asap hitamnya. Ada yang melewati dengan cara hedonisme akut Jakarta : berkumpul di surga sang megapolitan, mall. [Bahkan] ada yang punya kegiatan yang lebih produktif, belajar

WAIT, belajar? Untuk apa? Ini liburan bukan? Ternyata, belajar untuk tes masuk perguruan tinggi. Ya, tes masuk perguruan tinggi negeri. Masih adakah idealisme bahwa-keterampilan-adalah-hal-yang-paling-penting?

We’ll see. Semakin tenggelam dalam pertanyaan ijazah mana yang paling bagus atau ikut bagian tes mana agar lebih mudah masuk ke universitas A, idealisme tentang keterampilan [yang sebenarnya] sangat menentukan apa dan bagaimana masa depan seseorang, menguap di udara. Seolah-olah, masa depan hanya ditentukan dari universitas mana seseorang lulus. 

Ternyata, efek globalisasi –sama sekali- tidak menyentuh dunia edukasi. Lalu kemana idealisme yang [harusnya] muncul beriringan dengan makin derasnya arus globalisasi? Tampaknya, globalisasi hanya sebatas ‘pintu kemana saja’ bagi kalangan pedagang dunia. 

Dengan mudahnya mereka memulai proses akulturasi di Indonesia. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan budaya hedonisme. Tapi [menurut saya] lebih baik diiringi hedonisme dalam dunia pendidikan [okay, this is my own phrase. Hedonisme dalam dunia pendidikan belum pernah terdengar]. Maksudnya, Mempertinggi kualitas pendidikan diri sendiri dengan dana yang sudah tersedia. Tidak ada salahnya bukan?

Tidak menjadi masalah apakah menghamburkan uang untuk pendidikan formal atau pendidikan non-formal, dan apapun bidangnya. Intinya, bisa memperlihatkan semangat belajar yang membanggakan di negeri ini. Atau, kota ini. Atau, desa ini. Yeah, whatever. Sehingga,pendapat positif tentang keterampilan yang –katanya- lebih menjadi tolak ukur dan prioritas untuk masa depan tidak menjadi quotes di social network saja. Juga menjadi bukti bahwa globalisasi telah menyentuh ‘kita’, bangsa Indonesia dalam berbagai bidang, bukan cuma masalah ‘ke mall mana ya hari ini?’

Mungkin tulisan saya kali ini lebih banyak mengkritik, tapi bukan tanpa tujuan. Ya….. siapa tau ada yang bisa mmengambil ‘sedikit makna’ dari sini dengan idealism sendiri yang [mungkin saja] berbeda setiap orang 

Komentar

Postingan Populer