Catatan Akhir Tahun dan Review Buku 'Hidup Sederhana' Desi Anwar




Halo pembaca setia blog saya, jika ada.

Tahun 2014 adalah sebuah tahun yang mengguncang, mengombang-ambing saya. Saking banyaknya pengalaman yang saya dapatkan di tahun ini, saya tak sanggup menceritakannya jika hanya diberikan waktu satu atau dua jam. Di tahun 2014, saya melewati fase dalam hidup yang dapat saya sebut sebagai sebuah perkembangan diri.

Di tahun 2014 saya mendapatkan tiket masuk ke dalam diri saya sendiri. Tiket tersebut tentu saja akan mengantarkan saya ke pintu gerbang sebuah stasiun kereta. Di stasiun kereta inilah perjalanan saya menemukan diri sendiri akan dimulai. Iya, di tahun 2014. Saya berharap, tepat pada tanggal 1 Januari 2015 saya sudah duduk manis di kereta dan ikut berjalan hingga pemberhentian selanjutnya. Pada stasiun itu saya akan berjalan, tersesat, sendiri, menemukan siapa diri saya sebenarnya.

Tapi tunggu dulu. Bagaimana 2014 saya? Akankah ia hilang seperti asap kopi yang mengepul? Tentu tidak. Banyak pelajaran. Pelajaran tersebut akan menjadi bekal bagi saya agar tidak kelaparan, kehausan, dan dikuasai rasa lelah kelak di perjalanan.

Pelajaran-pelajaran tersebut saya ambil dalam kelelahan. Saya kehilangan semangat dan kekuatan di akhir tahun ini. Padahal seperti saya bilang, saya sudah hampir sampai ke stasiun. Saya sempat berhenti mengambil nafas, menyeka keringat di dahi dan dada. Saya butuh kesegaran. Pelepas dahaga, kata iklan minuman berenergi.



Pada satu waktu, saya pergi ke toko buku. Iya, sebelum saya melanjutkan ke stasiun. Saya menemukan satu mantra di took buku. Mantra ini mengingatkan saya akan apa yang hilang dalam perjuangan selama ini. ‘Hidup Sederhana’, begitu bunyi mantranya. Seketika saya tersadar bahwa saya lelap dalam lari, dan berpeluh dalam tidur. Tidak seimbang, seperti bukan seorang Libra saja. Mantra itu punya kelanjutan kalimat. Katanya, ‘Sebagai manusia, kita pandai membuat hidup menjadi rumit’. Iya, benar sekali! Saya ingin lompat ketika membacanya. Menohok, kata anak-anak sastra.

http://www.gramediapustakautama.com/uploads/dirimg_buku/re_buku_picture_88050.jpg


Setiap bagian dari buku gubahan Desi Anwar ini bersifat mengingatkan bahwa kita butuh berpijak, menarik nafas, duduk di kafe di pinggir jalan, lalu menjadi pengamat. Belajar. Bersantai. Berusaha kembali hidup. Di dalamnya, ada bagian-bagian kecil yang ternyata luput. Bayangkan saja, berkebun dan sakit menjadi indah dibaca. Sederhana, bukan? Bahwa ternyata kita tidak harus membeli barang mahal untuk bahagia. Bahkan menurut Desi, ia justru menyadari barang-barangnya terlalu banyak. Ya, kita terlalu impulsif dalam menjalani hidup.

Di sekitar saya, banyak orang-orang yang bermasalah menjalai hidupnya. Mereka lupa bahwa apa yang mereka miliki sebenarnya jauh lebih baik daripada orang lain. Penderitaan bukan sesuatu yang membanggakan untuk dibandingkan. Di tampat saya mengabdi kepada masyarakat beberapa bulan lalu, siswa/i SD bersekolah tanpa sepatu dan buku cetak. Tapi mereka pintar dan bahagia. Santai saja.

Juga ada yang merasa tak puas, tapi ia berani ambil keputusan untuk keluar dari ketidakpuasan lalu mencari jalan lain yang (mungkin) kelak membuat ia puas. Yang membuatku salut adalah orang-orang yang menjalani hidup apa adanya. Sedikit keluhan. Lalu bertanya pada diri sendiri ‘kenapa tidak?’

Penyembuhan dari masalah itu adalah menarik napas. Menemukan kembali apa yang kita tuju dalam hidup masing-masing dari kita. Desi Anwar memberikan saran tanpa kesan menggurui dalam buku ini. Saran-sarannya sederhana. Leyeh-leyeh saja, pasti kamu akan senang. Dekatkan saja dirimu dengan alam, kamu akan kembali semangat. Setelah kembali hidup, tinjau kembali sasaran hidupmu dan semangati dirimu sendiri. Mudah!


Bersama anak-anak Sekolah Dasar di Desa Jaya Raharja, Bogor, Jawa Barat

Bermain bersama Siswa/i SD di Desa Jaya Raharja. Menyenangkan!


Saya membaca buku ini saat saya sedang kalut, ingin menangis, tapi tidak tahu apa yang saya tangisi. Lalu buku ini menjadi teman untuk kembali berpijak, duduk santai dan melihat apa yang ternyata hilang dari hidup saya saat itu. Uraian kata-katanya sangat sederhana, seperti judulnya. Mungkin, kalian yang membaca ini berniat membelinya dan menjadikannya sebagai sahabat baru. Silakan.


Omong-omong, hari ini tanggal 31 Desember 2014. Esok hari sudah tahun depan, 2015. Selamat tahun baru. Selamat melakukan dan menaklukkan yang ingin dicapai. Selamat berpeluh. Ingat, Hidup Sederhana dan berbahagialah.

Berjalan kaki berkilo-kilo bukan hal mudah. Tapi jadi menyenangkan jika berjalan bersama mereka, siswa/i SD yang tak kenal lelah dan selalu tertawa.

Komentar

  1. Tulisan yang bagus Edwin. Jadi pengen beli bukunya nih. Kemarin pas di Gramedia mau beli itu tapi belum ada sentuhan gitu untuk belinya. Happy New Year, Edwin!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih!

      Nulisnya seminggu ini hahaha. Selamat membaca! Ini bagus banget. Happy New Year to you, too :-)

      Hapus
  2. tertarik :)
    bukunya terbitan penerbit atau self publishing?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer